Warung Bakso
“Awas, panas!”
Janu memperingati sesaat sebelum bakso itu menyentuh bibir Hera, beruntung setelah itu si gadis langsung sadar dan meniupnya dulu sebelum menyantapnya.
Wajah sumringah Hera saat mengunyah bakso membuat Janu tersenyum memperhatikannya, Hera makan dengan lahap.
“Enak?” tanyanya yang lantas diangguki Hera dengan penuh semangat.
Mood gadis itu jadi sedikit membaik setelah bertemu dengan makanan, beda sekali saat tadi Janu menjemputnya di kosan Savita. Wajahnya begitu muram, bibirnya agak membiru karena kedinginan, rambut dan bajunya lumayan basah sebab katanya ia berlari menembus hujan untuk pergi ke kosan Savita. Parahnya lagi benar kata Heru, hari ini Hera hanya memakai blouse tipis berwarna merah muda dan celana jeansnya yang juga basah. Namun gadis itu justru menolak untuk berganti pakaian, padahal Savita sudah menawarkan diri tadi untuk meminjamkannya.
Tangan Janu terulur untuk memperbaiki letak jaketnya yang tersampir di bahu Hera, sengaja agar tubuh Hera tidak kedinginan mengingat hujan yang masih belum juga reda. Bahkan di warung bakso yang mereka tempati sekarang pun masih terasa suhu dinginnya, Janu khawatir Hera akan terkena flu nanti.
“Rapetin jaketnya, diresleting gitu.”
“Nggak mau, jaket lo kegedean di badan gue. Nanti gue jadi keliatan kayak ondel-ondel!”
“Mana ada ondel-ondel secantik lo, Hera!”
Janu pindah posisi ke seberang meja, lalu duduk di sebelah kiri Hera. Si gadis yang tadinya sibuk menyuap kuah bakso terpaksa harus menghadap Janu saat pemuda itu menarik kedua bahunya. Jujur saja, Hera agak deg-degan. Mengingat posisi mereka yang lumayan dekat, membuatnya bisa mencium aroma parfum Janu yang berkolaborasi dengan aroma hujan.
“Masukin tangannya ke lengan jaket,” titah Janu yang mana langsung dituruti Hera tanpa banyak kata.
Setelah kedua tangan Hera masuk, Janu meresleting jaket tersebut hingga mencapai bagian teratasnya. Benar saja, jaket itu terlihat begitu besar di badan Hera. Membuat gadis itu jadi kelihatan mungil sekaligus imut, Janu jadi gemas sendiri dan berusaha keras menahan diri untuk tidak kelepasan memeluknya. Takut jika ia nekat melakukan itu, bisa-bisa Hera langsung menendangnya nanti.
“Ekhem. Dimakan baksonya, Ra,” ucap Janu mencoba mengalihkan fokusnya.
Pemuda itu sudah berniat berdiri, pindah posisi ke tempat sebelumnya, namun tangan Hera yang tertutup separuh oleh lengan jaket itu menahan pergelangan Janu. Membuat Pemuda itu menatap ke arahnya dengan kening berkerut.
“Duduk di sini aja, di samping lo jadi kerasa hangat.”
Duh, Janu jadi salting sendiri saat mendengarnya. Dengan wajah memanas dan ia harap jangan sampai memerah juga, Janu mengangguk terpatah lalu kembali duduk di sebelah Hera. Mangkuk baksonya ia tarik mendekat, dari sana Janu pun sadar tangannya rada tremor ternyata.
Astaga, norak sekali memang Januari Baratadaya ini. Padahal baru juga digituin.
“Hera,”
“Hm?”
“Udah suka sama gue belum?”
“On the way, kayaknya.”