Kiss and Slap
Seandainya saja ia bukan teman yang baik, mana mau Amel bela-belain pergi berkendara di jam dua pagi hanya untuk menjemput Naka pulang dari club.
Bahkan ia sampai mencuri kunci mobil milik Papanya yang terletak di laci dekat TV, secara diam-diam tentunya agar tidak sampai ketahuan. Amel memang sudah pernah diajari mengendarai mobil sebelumnya, hanya saja ia tidak begitu lihai. Tapi karena di jam-jam seperti ini jalanan tidak seberapa ramai, Amel rasa aman-aman saja mengendarai mobil asal dengan kecepatan pelan.
Sesampainya di Universe Club, Amel yang hanya memakai piyama yang dilapisi jaket serta sandal jepit rumahan langsung jadi pusat perhatian. Di tengah kerumunan orang dengan pakaian super seksi dan asap rokok yang mengepul kuat, penampilan Amel seperti orang yang salah alamat. Tempatnya memang seharusnya tidak di sini, seandainya bukan untuk menjemput Naka mana mau Amel datang ke tempat berisik dan super sesak seperti ini.
Setelah bersusah payah melewati kerumunan orang yang baunya bercampur menjadi satu dan membuatnya pusing, akhirnya Amel berhasil menuntun Naka keluar dari sana. Lengan pemuda itu ia sampirkan ke pundaknya, kemudian memaksa Naka untuk menggunakan kakinya meski agak sempoyongan menuju mobil Amel berada.
Naka benar-benar menaruh beban tubuhnya pada Amel, membuat gadis itu kewalahan bahkan sampai berkeringat di suhu dingin dini hari. Gadis itu mendengus kasar setelah berhasil mendudukkan Naka di kursi penumpang dan memasangkannya sabuk pengaman.
“Nyusahin banget sih lo!” dumel Amel sambil memandang sinis Naka yang terpejam dengan wajahnya yang memerah. “Lain kali kalau mabuk jangan sampai teler!”
“Amel.”
Saat hendak menarik tubuhnya keluar dari mobil, tangan Naka justru menahan lengan Amel agar tetap berada di posisi itu. Pandangan keduanya langsung bertemu sesaat setelah mata sayu Naka terbuka, pemuda itu langsung tersenyum saat wajah Amel berjarak dekat dengan wajahnya.
“Kok bisa di sini?” tanyanya dengan suara serak.
Pertanyaan bodoh memang, tapi apa yang bisa diharapkan dari orang mabuk. Masih nyambung saat diajak ngobrol aja udah syukur.
“Ya buat jemput lo lah, apalagi?!”
“Cetta udah pergi, sama Renata.”
“Udah tau!”
Saking kesalnya saat nama Renata disebut-sebut, Amel sampai tidak sadar sudah meninggikan nada suaranya. Naka terkekeh pelan mendengar itu, matanya agak terpejam namun dia paksakan untuk tetap terbuka agar bisa terus menatap wajah Amel di depannya.
“Kenapa pacaran sama Cetta sih, lo nggak tau secinta apa dulu Cetta sama Renata? Dan sekarang Renata kembali buat Cetta.”
“Ka, gue lagi nggak mau ngomongin ini. Sekarang lepasin tangan gue biar gue bisa antar lo pulang.”
Untuk ukuran orang yang sedang mabuk, kekuatan Naka ternyata cukup besar. Lengan Amel bahkan sampai sakit saat ia memaksa untuk melepaskan diri dari cekalan pemuda itu.
“Amel, jadi pacar gue aja yuk?”
“Apa sih, lo tuh mabuk! Omongannya jadi ngelantur!”
Namun Naka bersikeras untuk menggeleng, masih dengan mata sayu dan suara serak khasnya. “Gue nggak mabuk, gue masih sadar!”
“Nggak mabuk apaan mata sama muka lo merah semua gitu!”
Pemuda itu cengengesan, kelihatan aneh tapi juga lucu sebenarnya. Ini kali pertama Amel melihat Naka dalam keadaan mabuk begini.
“Amel bodoh banget! Gue suka sama lo udah dari awal masuk kuliah, gue duluan yang suka sama lo tapi kenapa malah Cetta yang lo pacarin?!”
“Naka, berhenti meracau nggak jelas gini.”
“Gue serius, gue nggak lagi meracau. Gue serius cinta sama lo!”
“Lo mabuk, Naka!”
“Lo nggak percaya sama gue?”
Amel mengerutkan keningnya, mendadak bingung dengan perubahan ekspresi Naka yang mendadak serius. Terlebih lagi cekalan Naka di lengannya semakin menguat, tidak memberikan sedikit pun celah bagi Amel untuk meloloskan diri.
“Ka, lengan gue sa—-hmphh.”
Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, Naka sudah lebih dulu membungkam bibir Amel dengan bibir miliknya. Si gadis tentu saja terkejut, matanya membulat hingga kebukaan maksimal, namun tubuhnya seolah kaku hingga tak bergerak seinci pun. Otaknya sibuk memproses akan apa yang baru saja terjadi, namun Amel seketika blank, napasnya tercekat bahkan sekedar berkedip pun tidak.
Selama beberapa detik, bibir Naka hanya sekedar menempel pada milik Amel. Hingga tidak lama kemudian, pemuda itu menjauhkan wajahnya dan tersenyum di depan Amel yang masih blank.
“Gue nggak bakal cium cewek sembarangan kalau gue nggak cinta sama cewek itu, Mel.”
PLAK
Tidak tau kenapa tapi tangan Amel secara refleks menampar pipi Naka. Tamparannya lumayan keras ternyata, saking kerasnya bahkan sampai membuat Naka kehilangan kesadaran. Entah efek tamparannya atau justru efek alkohol di tubuhnya, yang jelas sekarang Naka pingsan. Menyisakan Amel yang masih luar biasa kaget dengan apa yang barusan terjadi.
Amel pikir, Naka benar-benar sudah gila!