Unexpected

'Pak Bos lagi nggak ada di kantornya, dia ketemu klien di luar. Nanti kalau udah sampai hotel kabarin saya dulu ya, Bu Bos.'

Begitu kira-kira pesan terakhir El padanya sebelum Kila memutuskan untuk datang ke Cloud Sky Hotel. Tadinya dia memang ingin menghubungi El dulu seperti permintaan pemuda itu, namun matanya malah lebih dulu menemukan sosok Lian yang tengah duduk di sofa lobi. Secara kebetulan Lian juga ikut menatap ke arahnya, lalu tersenyum mengejek pada Kila yang secara impulsif berjalan menghampiri.

“Saya mau bicara,” ucap Kila dengan nada ketus.

Namun perempuan di depannya itu justru membalas dengan senyum sinis, “Saya nggak punya urusan sama kamu, Shakila.”

“Jadi Mbak Lian mau kita ribut di sini? Mau bikin satu hotel tau kalau Mbak Lian itu pelakor di rumah tangga saya?”

Ucapan Kila sukses membuat Lian tercengang. Terlebih lagi gadis itu tidak mengecilkan volume suaranya, membuat beberapa orang yang lewat juga resepsionis di dekat mereka jadi ikutan menoleh. Malu bercampur kesal, Lian mendengus kasar dan berjalan lebih dulu mendahului Kila untuk mencari tempat yang lebih sepi. Tangga darurat lantai tiga adalah pilihannya.

“Ngapain Mbak Lian datang nemuin suami saya?”

Itu adalah kalimat pertama yang Kila ucapkan saat mereka telah berada di ruang tangga darurat. Di sini sepi, jadi Kila pun bisa bebas berbicara apa saja dengan nada keras sekalipun.

“Saya rasa urusan saya bukan urusan kamu, jadi kamu nggak perlu tau,” Lian maju selangkah mendekat pada Kila, sambil tersenyum menyebalkan khasnya. “Saya punya banyak urusan sama suami kamu. Ah, apa mungkin calon suami saya ya?”

“Mbak Lian bisa halu juga ternyata,” Kila tertawa mengejek. “Mana mau Awan sama modelan kayak Mbak sih? Sadar diri dong!”

“Bukannya kamu yang harusnya sadar diri? Kamu tuh nggak bisa apa-apa, Shakila. Kamu nggak becus jadi istri, udah gitu malesan pula, bisanya cuma dandan sama ngabisin duit suami doang. Kamu pikir seberapa lama Awan bakalan tahan sama sikap kamu yang seperti itu?”

“Setidaknya saya bisa kasih anak ke suami saya, nggak kayak Mbak Lian kan?”

“Kurang ajar!”

Tangan Lian sudah terangkat dengan maksud menampar Kila atas ucapan kurang ajarnya barusan, tapi Kila yang lebih gesit sukses menahan pergelangan tangan Lian sebelum berhasil mendarat ke pipinya.

PLAK

Kini, satu tangan Kila yang bebas justru balik menampar wajah Lian. Wanita itu kelihatan shock, sambil memegangi sisi wajahnya yang pasti terasa panas setelah mendapat satu tamparan keras di pipi kiri.

Gadis itu melepaskan cekalan tangannya pada pergelengan Lian, lalu mendorong bahu wanita itu dengan jari telunjuknya agar posisi mereka tidak terlalu dekat.

“Itu balasan atas kelakuan kurang ajar Mbak ke saya selama ini.”

“Kamu emang nggak pernah diajarin sopan santun sama orang yang lebih tua ya?”

“Diajarin kok. Tapi sopan santunnya saya bukan ditujukan untuk pelakor murahan kayak Mbak Lian.”

“Kamu bilang saya apa barusan?”

Pelakor murahan. Apa mau saya kasih nama panggilan lain?”

“Brengsek!”

Arghh....”

Kila sontak memekik saat rambutnya ditarik paksa oleh Lian, wanita itu benar-benar mencari masalah rupanya. Tidak mau kalah, Kila balik menjambak rambut Lian tidak kalah kasar dan membuat wanita itu turut memekik kesakitan.

“Lepasin rambut saya sekarang juga, Shakila!”

“Mbak yang harusnya lepasin rambut saya!

Argh, Shakila!”

Jika sudah begini, seharusnya ada satu orang yang bantu melerai. Namun karena tangga darurat memang tempat yang sepi, alhasil pertengkaran mereka justru semakin parah. Entah sengaja atau tidak, Lian justru semakin menarik rambut Kila yang mana membuat si empunya turut melakukan hal yang sama.

Saking fokusnya pada pertengkaran itu, Kila sampai melupakan fakta bahwa mereka berada di tempat yang dekat sekali dengan tangga. Lian yang memang sudah kepalang kesal pada Kila, justru dengan sengaja mendorong gadis itu ke arah tangga yang menurun ke bawah.

Semua terjadi begitu cepat. Sebelum Kila sempat memprediksi, dia sudah lebih dulu kehilangan pijakannya. Maka yang terjadi selanjutnya adalah Kila yang terguling di tangga, dengan kepala yang lebih dulu terantuk besi pegangan lalu menghantam keras lantai keramik di bawahnya.

Lian terkejut saat menyaksikan apa yang baru saja ia perbuat, kepanikan langsung menyertainya saat itu juga. Berbagai macam pikiran turut berkecamuk dengan segala macam kemungkinan buruk.

“Dia ... nggak akan mati kan?” Monolognya dengan tangan bergetar, lututnya pun ikut melemas sebelum kemudian terduduk di lantai. Terlebih saat melihat bagaimana tubuh Kila sudah tak bergerak lagi dengan genangan darah di sekitarnya.

Di saat seperti itu pintu darurat terbuka, menampakkan sosok Rafael yang memandang bingung ke arah Lian yang wajahnya pucat pasi. Namun sesaat kemudian ekspresinya langsung berubah saat melihat tubuh istri dari Bosnya tersebut sudah terkapar di bawah dengan keadaan penuh darah.

“ASTAGA, BU BOSS!”