Thank You For Loving Me

Efek pisah tiga hari ternyata berhasil membuat Awan jadi super manja begini.

Terhitung sudah hampir satu jam sejak Kila pulang ke apartemen, Awan masih belum juga mau melepaskan gadis itu. Sejak tadi istrinya dia peluk terus-terusan, sesekali pipi atau kening sang istri dicium, yang mana membuat Kila menggeliat kegelian. Tingkah Awan yang satu ini benar-benar berbanding terbalik dari citranya saat di kantor, El kalau lihat sisi lain dari bosnya ini pasti bakalan kaget.

“Saya kangen sama kamu,” kata Awan sambil ndusel ke leher sang istri yang kini duduk menyandar di sofa ruang tamu mereka.

“Iya tau, kamu udah bilang kayak gitu sampai enam kali.”

“Saya kangen sama kamu, saya kangen sama kamu, saya kangen sama kamu, saya kangen sama kamu.”

“Heh! Kok malah diulang-ulangin terus sih?”

“Biar pas sepuluh kali.”

“Astaga....”

Kemana perginya sisi dewasa dan karismatik seorang Marcelino Herdiawan? Kenapa yang ada di sebelahnya ini malah Awan versi super manja layaknya bayi yang tidak mau berpisah dari Ibunya?

Kila agak ngeri membayangkan kalau mereka harus pisah sampai seminggu bahkan berbulan-bulan lamanya, berani bertaruh Awan pasti tidak akan berhenti memeluknya setiap saat selama setidaknya seminggu ke depan. Baru tiga hari saja kelakuan pemuda itu sudah begini manjanya, dibanding suami dia lebih cocok dijadikan bayi. Tingkahnya bahkan lebih menggemaskan dari Bian yang baru berumur empat tahun.

“Emangnya nggak apa-apa ya kalau kamu pulang duluan kayak gini? Terus El gimana?” tanya Kila membuka obrolan sambil menyuap cookies bawaan dari rumahnya itu ke mulut.

“Nggak apa-apa kok, El juga nggak masalah. Lagian siang nanti tuh rapat terakhir, problem-nya juga udah nemu titik terang. Bahkan sebenarnya kalau saya mau pulang nanti malam juga bisa kok, nggak perlu nunggu sampai besok.”

Kila mengangguk mengerti, satu tangannya yang bersih mengusap puncak kepala Awan saat pemuda itu memintanya. Ngomong-ngomong, Awan itu suka sekali diusap kepalanya. Itu membuatnya merasa lebih rileks dan cepat tertidur, biasanya kalau sedang lelah Awan sering minta Kila untuk mengusap kepalanya seperti itu.

Memang dasar bayi besar dia tuh!

“Aku mau tanya deh, kalau nggak mau jawab juga nggak apa-apa sih.”

Awan yang sejak tadi memejamkan mata saking nyamannya bersandar sambil memeluk Kila hanya membalas dengan nada lirih. “Apa?”

“Perasaan kamu ke Lian tuh gimana sih? Udah move on kan? Maaf ya kalau aku lancang nanyanya, cuma penasaran aja.”

“Nggak apa-apa, saya senang kalau kamu penasaran tentang saya,” Awan tersenyum sambil membuka kembali matanya, pelukannya pada Kila semakin mengerat. “Saya udah lama lupain Lian kok, bahkan jauh sebelum saya ketemu kamu lagi saya udah move on dari dia. Jujur saya sempat kaget sih pas ketemu dia lagi di hotel waktu itu, tapi perasaan saya ke dia udah terlanjur mati. Jadi kamu nggak perlu khawatir kalau saya bakal balik lagi sama dia, itu nggak bakal terjadi kok. Karena untuk sekarang dan ke depannya, fokus saya hanya ke kamu aja, Shakila.”

Pemuda itu berkata jujur. Kila bisa merasakan ketulusannya lewat nada bicara dan tatapan Awan yang menyorot padanya. Awan mengatakan apa yang sebenarnya ada di hatinya, jadi Kila pun tidak akan ragu untuk mempercayai ucapannya. Sebab Awan memang orang yang dapat dipercaya, setidaknya itu yang ia sadari sejak menjadi istri Awan dua bulan terakhir ini.

“Kila, can i kiss you?”

Pertanyaan Awan yang terkesan tiba-tiba juga tak terduga itu membuat Kila mematung di tempatnya, terlebih lagi pemuda itu menatapnya begitu intens. Kila salah tingkah, tentu saja. Dia mencoba untuk tetap tenang namun debaran jantungnya justru semakin menggila, Kila frustasi dibuatnya.

“Shakila, boleh?” Awan bertanya lagi untuk memastikan, dan jika gadis itu menolak maka ia pun tidak akan melakukannya.

Namun setelah beberapa menit berpikir, jawaban Kila adalah berupa anggukan. Dia mempersilakan Awan untuk menciumnya, dan Awan pun tidak akan menyianyiakan kesempatan yang satu ini.

Pemuda itu mendekatkan wajahnya, pelan namun pasti, sampai akhirnya bibir keduanya pun bisa saling menyentuh. Rasanya Kila seperti baru saja terkena sengatan listrik yang berujung berefek pada debaran jantungnya yang semakin tidak wajar. Kila bahkan bisa mendengar suara debaran jantungnya sendiri, atau mungkin suara jantung Awan yang sampai ke telinganya saat ini. Sebab, Awan juga tidak kalah deg-degannya dari Kila.

Jemari Kila refleks meremas kaos rumahan yang Awan kenakan saat pemuda itu menggerakkan bibirnya, melumatnya dengan gerakan super lembut, juga meraih tengkuknya untuk memperdalam ciuman mereka. Kila hampir gila rasanya.

Iya sih ini memang bukan ciuman pertama mereka, tapi entah kenapa sensasi kupu-kupu yang berterbangan di perutnya selalu saja terasa. Geli namun juga menyenangkan, membuat Kila tidak ingin jika semua ini cepat berakhir. Namun pemuda itu melepaskan tautan bibir mereka, menciptakan benang tipis di antara keduanya, seraya berkata dengan suara lirih bercampur seraknya.

Thank you for loving me, Shakila Azalea.” begitu katanya.

Ah, ini benar-benar membuatnya gila. Gadis itu sengaja tidak menjawab ucapan Awan dengan kata-kata. Namun sebaliknya, dia justru menarik tengkuk Awan dan mendaratkan kembali bibirnya pada bibir si pemuda. Membuat Awan terkesiap sejenak sebelum kemudian menarik kedua sudut bibirnya ke atas.

Tangan pemuda itu meraih tubuh sang istri lalu mendudukkannya ke atas pangkuan tanpa melepaskan tautan bibir mereka, Awan rasa dengan begini membuat posisi keduanya jadi lebih nyaman. Bahkan sekarang kedua lengan Kila telah melingkar di lehernya, sementara tangan Awan memeluk pinggang si gadis dengan posesif.

Semakin lama ciuman mereka jadi semakin panas, tangan Awan pun tidak mau tinggal diam. Jemarinya menelusup masuk ke dalam baju Kila, mengusap punggung telanjangnya yang hangat dengan gerakan lembut. Bibirnya kemudian turun pada tengkuk si gadis, menyesap juga menggigit permukaan bersih tersebut hingga meninggalkan tanda kemerahan di sana. Tidak hanya satu, namun dia sengaja membuat banyak tanda di sana seolah ingin memberi tau seluruh dunia kalau Shakila Azalea adalah miliknya.

“Kak....” si gadis menahan gerakan tangan Awan yang entah sadar atau tidak sudah membuka kancing baju yang Kila kenakan.

Ia tidak bodoh untuk menyadari kalau pemuda itu sudah mulai terbawa suasana, bahkan dari tatapan matanya saja telah berbeda dibandingkan saat mereka pertama bertemu tadi. Maka dari itu Kila pun tidak ragu untuk bertanya,

“Mau pindah ke kamar aja nggak?”

Yang mana kemudian langsung disambut senyum cerah dari suaminya.