Makan Siang
Sesuai janji mereka semalam, siang ini Cetta dan Amel akan makan siang bersama.
Di salah satu meja, terlihat Cetta yang melambaikan tangannya saat menemukan Amel memasuki area kantin. Pemuda itu tersenyum, membuat Amel balas tersenyum dan menghampiri sang pacar yang kini duduk berhadapan dengan seorang gadis.
“Loh, Caca?”
Alisha yang awalnya sedang makan soto itu lantas mendongak, sebelum kemudian melambaikan tangannya pada Amel sebagai bentuk sapaan karena mulutnya sedang sibuk mengunyah makanan.
“Kasihan. Kelaparan dia,” ucap Cetta sembari mengedikkan dagu ke arah Alisha yang bodo amat dan hanya fokus makan itu.
Amel sendiri hanya mengangguk dan mendekatkan wadah tisu ke arah Alisha, gadis itu kalau makan suka celemotan sana sini. Jadi tisu dibutuhkan sekali di saat-saat seperti ini, keseringan makan dengannya membuat Amel maklum dengan kebiasaannya itu.
“Udah lama ya? Maaf aku telat soalnya tadi ngeprint laporan dulu,” ungkap Amel seraya duduk di sebelah Cetta.
Lagi-lagi pemuda itu tersenyum, sebelum kemudian menggeleng. “Baru aja kok ini, lebih dulu Alisha malah.”
“Kamu mau makan apa?” tawar Cetta kemudian.
“Pengen soto, ih. Gara-gara liat Caca.”
“Ya udah, aku pesenin dulu ya?”
Amel mengangguk dan membiarkan Cetta pergi untuk memesan. Kali ini atensinya berfokus pada Alisha yang makan dengan tergesa, sekaligus ngeri dengan warna kuah soto yang agak kemerahan karena banyaknya sambal yang ia masukkan ke sana. Alisha memang suka makan-makanan yang pedas seperti itu, Amel sampai khawatir lambungnya akan bermasalah.
“Buru-buru banget, Ca?”
Yang ditanya menelan makanannya sembari mengangguk. “Lima menit lagi kelas gue mulai, Kak. Tadi di kelas sebelumnya dosennya korupsi waktu, jadi gue cuma dapat waktu istirahat lima belas menit doang. Mana tadi antri lagi tukang sotonya.”
Anggukan adalah bentuk jawaban Amel. Ia sengaja tidak bertanya lebih lanjut dan membiarkan Alisha menyelesaikan acara makannya, kalau diajak bicara takutnya tersedak.
Tidak lama setelah itu Cetta datang dengan nampan berisi dua mangkuk soto dan dua gelas teh es. Amel bersorak senang begitu mencium aroma khas soto yang membuatnya tidak sabar ingin menyantapnya.
“Siomaynya udah aku pesan, tapi diambilnya nanti aja ya. Masih antri juga tuh,” kata Cetta yang mana membuat Amel mengangguk dan mulai menyantap sotonya.
“Selesai!” Alisha berseru sembari meletakkan alat makannya ke atas mangkuk yang telah kosong, benar-benar kosong bahkan kuahnya pun tidak bersisa. Gadis itu buru-buru berdiri sembari berucap, “duluan ya kakak-kakak, gue ada kelas sebentar lagi.”
“Hati-hati, Ca!” peringat Amel saat gadis itu berlari secepat kilat meniggalkan kantin, sama sekali tidak mendengarkan peringatan Amel barusan.
“Aku nggak nyangka pada akhirnya tipe yang kayak gitu yang dipacari Darrel,” celetuk Cetta sambil geleng-geleng kepala begitu Alisha sudah tidak terlihat lagi.
“Emang sebelumnya Darrel pengen cewek yang kayak gimana?”
“Darrel sukanya cewek yang kalem, bukan yang grasak-grusuk kayak Alisha gitu sejujurnya. Dia juga sukanya cewek yang lemah lembut, bukan yang petakilan. Nggak heran Darrel sering ngeluh capek pacaran sama Alisha, rasanya kayak ngurus balita yang lagi aktif-aktifnya katanya.”
“Balita?” Seketika itu pula Amel tidak kuasa menahan tawanya. “Bisa-bisanya kayak ngurus balita katanya.”
“Beneran, aku nggak bohong ini. Darrel sendiri yang bilang gitu ke aku. Tapi biar gitu tetap aja bucin banget sama Alisha.”
“Namanya juga udah cinta.”
Cetta setuju, namanya juga udah cinta. Mau kayak gimana juga pasti bakalan tetap sayang, begitu juga Darrel ke Alisha.
“Oh iya, siomaynya kayaknya udah tuh. Mau aku ambilin sekarang?”
“Eh, nggak usah!” Amel menahan tangan Cetta agar pemuda itu tetap duduk di kursinya. “Biar gantian aku aja yang ngambil, kan aku sekalian nraktir.”
Cetta tekekeh geli sebelum kemudian membiarkan Amel pergi mengambil siomay pesanannya. Namun saat menatap punggung Amel yang berjalan semakin menjauh, mata Cetta justru tidak sengaja mendapati dua orang laki-laki di meja lain sibuk memperhatikan Amel dengan tatapan tak senonoh. Sambil mengernyitkan dahi, Cetta mengikuti arah pandang dua laki-laki itu sebelum kemudian mendengus kasar. Terlebih saat percakapan dua orang itu sampai ke telinganya, membuat Cetta geram seketika.
“Eh itu tadi Amel bukan sih? Yang katanya pacar Cetta?”
“Iya tuh, cantik ya? Tipe gue banget lagi, senyumnya manis.”
“Bodynya juga oke tuh, bro. Kurus nggak, gendut juga nggak. Cakep banget lah.”
“Pahanya juga mulus banget anjir, tangan gue gatel pengen megang.”
Sialan!
Cetta mengumpat dalam hatinya. Sendok yang sejak tadi ada di tangannya ia genggam begitu erat, siap melayang pada mata siapa saja yang berani menatap tubuh Amel dengan tidak sopannya. Namun belum sempat ia melakukan itu, Amel sudah keburu datang dengan dua piring siomay dan duduk di tempat semula.
Pemuda itu kembali mendengus saat paha Amel semakin terekspos begitu ia duduk, membuat laki-laki yang sejak tadi menatap Amel tersenyum senang dan mengarahkan ponselnya ke arah gadis itu.
Tidak tahan dengan semua itu, Cetta berdiri dan mengambil posisi di sebelah kanan Amel, sengaja menghalangi pandangan dua laki-laki tadi juga kamera ponselnya. Amel bertanya kebingungan, tapi Cetta tidak berucap sepatah kata pun. Dia melepaskan kemeja yang ia pakai dan hanya menyisakan kaus putih saja dibaliknya.
“Lain kali jangan pakai rok pendek. Pakai celana aja,” ketus Cetta sembari meletakkan kemeja tadi di atas paha Amel dan membuatnya tertutup sepenuhnya.
“Emangnya kenapa? Temen sekelas aku banyak kok yang pakai rok pendek.”
“Kalau kamu mau ada keributan setelah itu ya terserah, pakai aja rok pendek.”
“Hah? Maksudnya gimana sih, masa pakai rok pendek doang bisa bikin keributan?”
Cetta tidak berniat menjawab, jadi ia kembali duduk di kursinya sambil diam-diam menatap sinis dua laki-laki yang pasti kini sibuk menyumpah serapahi dirinya itu.
Lihat saja nanti, Cetta tidak akan tinggal diam.