Bukan Kembar

Suasana tegang di ruang tengah langsung menyambut Hera begitu dia sampai di rumah.

Baik Ayah, Ibun, maupun Heru sama-sama terdiam. Tidak ada yang berbicara satu sama lain, bahkan tidak juga menyapa Hera yang baru saja sampai. Bingung dengan keadaan tak biasa ini, gadis itu bertanya.

“Ayah, ada apa?”

Laki-laki itu mengangkat kepalanya, lalu tersenyum agak dipaksakan. Permandangan sendu di ruangan ini membuat kening gadis itu berkerut, sebelum kemudian mengambil tempat di sebelah kiri Heru.

“Kok kayak lagi berduka gini sih? Kenapa? Ada yang meninggal dunia?” tanya Hera kebingungan, Heru pun hanya menunduk sejak tadi.

“Nggak ada yang meninggal, Eya.” Ibun menjawab.

“Terus kenapa auranya suram gini?”

“Ayah aja deh yang jelasin.”

Mau tidak mau Hera yang tadi memusatkan perhatiannya ke Ibun kini berpindah pada Ayah. Laki-laki itu nampak menghela napas berat, sebelum kemudian mulai berucap dengan nada lemah.

“Jadi, Eya. Sebenarnya ... Heru bukan saudara kembar kamu.”

“APA?!”

Gadis itu langsung menoleh pada Heru, namun pemuda itu tidak juga mengangkat kepalanya sejak tadi. Setia menunduk sembari memilin jemarinya gelisah. Bahkan Ibun pun memilih untuk buang muka, Hera jadi semakin bingung.

“Ayah lagi nge-prank ya?”

“Nggak, Eya. Ayah serius. Sejujurnya Heru itu anak Tante Vira, sahabat Mami waktu kuliah.”

“Tante Vira yang udah meninggal itu?”

Ayah mengangguk.

“KOK BISA?!” Hera kembali memandangi Heru, diguncangnya kasar bahu pemuda itu hingga mau tidak mau tatapan mereka saling bertemu. “Kasih tau ke gue, Heru, Ayah lagi bercanda kan? Ini cuma prank kan? Lo saudara gue, Heru!”

“Ayah nggak bohong kok, gue emang bukan anak Ayah sama Ibun. Gue cuma anak adopsi, Eya.”

“Bohong,” setetes air mata langsung jatuh ke pipi Hera yang hari ini dipoles make up tipis. “Lo bohong kan? Ayah, Ibun, sumpah ini nggak lucu!”

“Eya,” Ibun meraih jemari tangan Hera, lalu menggenggamnya. “Ini bukan becandaan, kami serius. Heru bukan anak kandung Ayah sama Ibun.”

“Nggak!” Hera menggeleng kuat-kuat, di sebelahnya ada Heru yang nampak berusaha keras menahan tangis. “Itu nggak mungkin, jelas-jelas dari kecil Eya udah sama Heru. Gimana ceritanya Heru bukan anak Ayah sama Ibun? Ini mustahil!”

“Ayah....”

Ibun kembali memandangi Ayah, memberi kode agar laki-laki itu yang menjelaskan semuanya. Perhatian Hera pun langsung tertuju pada Ayah.

“Dua puluh tahun lalu, sewaktu Eya lahir, itu hari di mana Heru juga lahir. Bedanya abang lahir tujuh jam lebih dulu ketimbang Eya, kalian bukan beda tujuh menit. Davira meninggal setelah melahirkan Heru akibat dari pendarahan berat, sedangkan laki-laki yang menghamilinya pergi ke luar negeri untuk mengejar pendidikan S2-nya. Orang tua Davira telah meninggal dunia, hanya Ibun satu-satunya orang yang dekat sama dia. Maka dari itu kami memutuskan untuk mengadopsi Heru, dan menjadikan dia sebagai saudara kamu, Eya.”

Penjelasan Ayah tak ayal membuat Hera semakin menangis, bahunya terguncang akibat dari sesegukannya. Di sebelahnya pun Heru mulai menangis, mendengar kebenaran dari semua ini membuat perasaannya jadi semakin tidak karuan.

Mengetahui kenyataan bahwa ia bukan saudara kembar Hera, bukan anak Ayah dan Ibun, Ibunya telah meninggal dunia, dan dia adalah anak yang tidak diharapkan untuk ada membuat Heru sedih. Semua fakta ini menghantam telak perasaan Heru, membuat air matanya kembali jatuh dan dadanya semakin sesak.

Pemuda itu terisak di tempatnya, menangis tersedu hingga membuat Ibun ikut menangis. Ayah mengalihkan pandangannya ke arah lain, berusaha keras menahan air matanya agar tidak jatuh di depan semua orang.

Di sebelahnya, Hera mengulurkan tangannya untuk memeluk Heru, membawa pemuda itu ke dalam dekapannya lalu menangis di sana.

“Heru saudara Eya kok. Nggak perduli meski kita bukan saudara kandung, tapi Heru yang selalu ada buat Eya. Eya sayang banget sama Heru, Eya nggak mau kehilangan Heru.”

Tangis Heru semakin pecah saat mendengar Hera bicara begitu, dipeluknya tubuh gadis itu seerat yang ia bisa. Menyalurkan rasa sedihnya di sana sembari berharap air matanya bisa sedikit menghapus rasa sakitnya.

“Ayah sama Ibun sayang banget abang. Abang diterima di sini, abang juga di harapkan di sini. Kami udah anggap abang kayak anak kami sendiri. Jadi abang jangan sedih ya? Nggak akan ada yang berubah kok, Almaheru Tarachandra tetaplah anak Ayah sama Ibun selamanya.”

Dan ucapan Ibun barusan berhasil membuat Heru semakin terisak di pelukan Hera.